Bertemu Tuan Rumah
Konon, terdapat seorang putri bernama Putri Naga Komodo. Kisah cintanya dengan seorang pria bernama Majo membuahkan sepasang bayi kembar; Si Gerong, bayi laki-laki dan dibesarkan di lingkungan manusia, satunya lagi bernama Ora, yang berwujud komodo yang kemudian hidup di hutan. Saat Si Gerong berburu rusa ke hutan, Ia mendapati hewan buruannya sedang dilahap oleh seekor komodo. Tak berhasil diusir, Si Gerong merasa tak punya pilihan lain selain memanah kadal besar tersebut. Saat hendak melepaskan anak panah, muncul seorang wanita bercahaya, memisahkan mereka. “Jangan bunuh binatang ini, dia adalah saudara perempuanmu, Ora. Aku melahirkan kalian berdua. Anggaplah kalian sama, karena kalian saudara kembar.”
“Oh, jadi begitu kisahnya,” ujar Cosmo dalam hati begitu menginjakkan kaki di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Setelah menempuh penerbangan selama 1 ½ jam dari Jakarta ke Bali, perjalanan dilanjutkan dengan waktu tempuh yang sama menuju NTT. Terik, unik, padang luar berwarna cokelat berbaur semburat hijau menyambut dengan indahnya. Begitulah kesan pertama Cosmo saat berpetualang ke wilayah yang telah terpilih jadi finalis 7 Keajaiban Dunia Bernuansa Alam ini. Dalam hati sudah terbayang, ini akan jadi pengalaman yang tak terlupakan.
Kadal Raksasa
Bertemu dengan sang “tuan rumah” ternyata tak semudah itu. Dari Pelabuhan Labuan Bajo, Cosmo pergi menuju Loh Liang, salah satu pulau di wilayah Taman Nasional Komodo, sekitar 2 jam dengan menggunakan speed boat. Di sana, Cosmo mesti trekking untuk menemukan komodo. Karena masih musim kemarau, hutan yang biasanya hijau terlihat kering dengan semak belukar tinggi di sekeliling, meski terbilang cukup rindang. Tiba-tiba semua berhenti berjalan dan mulai mengendap-endap. Di sana, terdapat seekor komodo jantan sedang berdiri tegak. Lehernya ia biarkan tinggi, makhluk indah dengan tubuh panjang dan besar. “Komodo bukan binatang yang mematikan mangsa, melainkan melumpuhkan. Setelah digigit, maka racun dan kuman yang ada di mulutnya akan mulai bereaksi pada tubuh si mangsa hingga ia mati dan komodo akan mulai memakan bangkainya. Selain itu, ia punya indra penciuman yang sangat tajam, bisa mencapai puluhan kilometer!” Ungkap ranger panjang lebar.
Cosmo melihat si komodo diam tak bergerak dengan tatapan tajam ke arah rombongan. Penasaran, Cosmo bertanya, “Kira-kira ia sedang apa?” Ranger menjawab, “Ia sedang mengamati semua anggota rombongan, mengalkulasi, kira-kira siapa yang paling mudah ia mangsa. Tapi tenang saja. Ia tahu dengan orang sebanyak ini, ia akan kalah maka ia mengurungkan niatnya.” Dari situ, Cosmo berani untuk mencoba melihat kadal raksasa ini lebih dekat, tak menyangka bisa benar-benar bertemu langsung dengan sang pemilik pulau yang langka ini dan sangat tersohor di dunia. Perjalanan terik berjarak beberapa kilometer ini memang sangat mengasyikkan, dengan medan tempuh yang beragam. Kadang setapak, landai, ada pula yang terjal. Berkat indra penciumannya yang tajam itu pula lah mereka turut hadir saat rombongan makan siang di resto yang berdesain rumah panggung. Memacu adrenalin dengan caranya tersendiri.
Selain Loh Liang, Cosmo juga pergi ke Pulau Rinca. Padang savana yang luas, gersang, dihiasi beberapa saja pohon rindang, dengan medan tempuh lebih sukar dari pulau sebelumnya. Begitu turun dari kapal dan baru masuk ke dermaga, di ujung sana, 2 ekor komodo siap menyambut. Uniknya, di sini terdapat banyak monyet yang turut memeriahkan dan bergelantungan di atas pohon! Karena perjalanan yang ditempuh lebih jauh, tak heran komodo yang kami temukan juga lebih banyak. Ada yang sedang duduk santai di atas batu, bersembunyi di balik pohon, hingga seekor komodo betina yang sedang melindungi sarangnya. Perjalanan yang melelahkan tadi ternyata sangat sepadan. Berdiri di atas bukit dengan gugusan pulau serta laut biru memanjakan mata dengan sepoi angin membelai.
Bawah Laut
Berada di Taman Nasional Komodo tak akan sempurna tanpa “mengintip” sebentar keajaiban berikutnya. Cosmo perkenalkan Pink Beach; pantai berpasir merah jambu yang konon hanya ada beberapa buah saja di dunia. Karena air laut yang sedang surut, maka kapal yang kami tumpangi tak bisa berlabuh di pinggir pantai. Tanpa banyak basa-basi, Cosmo langsung mengenakan peralatan snorkeling dan terjun! Karang lunak (soft coral) dan keras (hard coral) bertebaran dengan berbagai jenis ikan unik menari di dalam air. Meski hanya berjarak beberapa puluh meter dari bibir pantai, Cosmo sukses menemukan beberapa binatang bawah laut yang keberadaannya di tempat lain mungkin harus menyelam terlebih dahulu. Contohnya, belut listrik dan penyu kecil.
Itu baru snorkeling saja. Kalau mau terjun menyelam? “Bisa coba Crystal Rock. Saya tadi bertemu dengan napoleon, baracuda, hingga hiu! Coral di sana sangat menarik dengan beragam ikan-ikan besar. Tadi saya bahkan semspat turun hingga 34 meter, saking serunya menyelam mengikuti seekor ikan hiu,” ungkap aktor Nicholas Saputra. Ia juga menambahkan, “Kalau ke sini tujuannya untuk diving, pilihan spotnya ada banyak sekali, dengan karakter unik masing-masing. Untuk tinggal, liveaboard bisa jadi pilihan. Jadi, Anda tinggal di atas kapal selama beberapa hari. Mereka sudah menyediakan makanan, tempat tidur, dengan kelas kapal yang berbeda-beda. Satu yang mesti Anda lakukan adalah ke pulau Kalong. Itu hanya tanaman bakau saja di sana. Saat matahari hendak tenggelam, kalong yang siang tinggal di sana terbang selama setengah jam non-stop untuk mencari makan malam. bayangkan pemandangan ini, dengan latar belakang matahari tenggelam.” Sambil tersenyum ia berkata, “Tak hanya untuk menyelam dan spesies komodo yang unik semata, scenery dan panoramanya juga luar biasa,” ungkapnya ketika ditanya pendapatnya mengenai Taman Nasional Komodo. Dan Cosmo tak bisa lebih setuju lagi.
No comments:
Post a Comment