Tuesday, April 9, 2013

Seru-seruan di Sulawesi Selatan: Tanjung Bira dan Sekitarnya


Hanya selang dua bulan dari perjalanan ke Aceh, kami pun beranjak menuju Sulawesi Selatan. Tepatnya pada 22-27 Januari 2013. Lagi-lagi ini terjadi karena impulsif berlebihan melihat tiket pesawat Garuda Indonesia yang lumayan murah, sekitar Rp1 juta pp per orang. Serunya kami tidak sendiri, tapi ditemani sahabat saya kuliah beserta err, hmm.. temannya.

Jalan-jalan kami ini akan saya bagi menjadi dua babak ya: Tanjung Bira yang terkenal dengan pasir tepungnya dan sekitaran Makassar. Mari mulai!





Selasa, 22 Januari 2013
Makassar (Ujung Pandang) – Tanjung Bira
Setibanya di Bandara Hasanuddin, kami naik taksi menuju terminal Malengkeri. Pemesanan taksi terbilang mudah, langsung menuju loket (ada banyak tapi sepertinya harga yang ditawarkan sama saja). Mereka telah membagi harga berdasarkan jarak. Menuju Malangkeri: Rp100.000. Di Malangkeri mesti tanya terlebih dahulu biaya naik angkot (kijang/panter/APV) menuju Tanjung Bira. Ada yang tawari kami sampai Rp600.000 untuk 4 orang dengan alasan, “Nanti bensin kami kembali ke Makassar gimana?” Ya urusan lo sih! Huh. Akhirnya kami jalan terus ke dalam dan di sebelah kanan ada yang kasih kami Rp50.000/orang. Saran saya: minta kursi tengah. Kami berempat (betul! 4 orang!!) duduk di paling belakang. Dan dengan ukuran badan 2 pria yang besar-besar ini, perjalanan sekitar 5-6 jam benar-benar bikin capai jiwa raga.



Kami sampai di Tanjung Bira (setelah berhenti untuk antar beberapa penumpang dan berhenti sejenak untuk istirahat) sekitar pukul 6.30 sore. Persis di tugu lumba-lumba. Angin kencang luar biasa dan yang bikin sedih adalah: dive operator tutup (dari Januari-maret karena cuaca jelek). Note to self: sebelum  berangkat, PERIKSA waktu terbaik untuk dive agar tidak alami lagi yang kayak seperti ini. Pantas harga tiket murah, wong angin kencang tak terkira! Jujur, begitu tiba di sini, ada sedikiiit perasaan kecewa karena pantainya tidak seindah yang saya kira. Karena angin barat, jadi sampah pada bertumpuk di area pantai. Karena belum booking penginapan, kami singgah ke Nusa Bira Beach. Ketika kami di sini, Tanjung Bira sangatlah sepi. Kami tidak tahu  tempat untuk cari makan malam, jadi kami berjalan menuju Anda Beach Hotel; naik turun bukit dan pintu masuk ke dalam hotel pun ditutup dengan palang! Argh! Lapar dan lapar, kami menuju jalan utama lagi dan lihat di sebelah kiri ada lampu temaram dan tibalah di Warung Bambu, tempat kami makan malam dua hari ke depan. Isinya lebih banyak tamu asing dan makanannya nikmat dan murah. Ikan bakar (ukuran JUMBO), udang dan sayur, hanya habis Rp120.000 – 4 orang. Di sini kami ngobrol dengan Pak Rahman, salah satu dive guide di dive operator Bira. Setelah cek knot angin dan sebagainya via internet, ternyata besok masih bisa untuk snorkeling,berangkat jam 9 pagi. (sewa kapal: Rp500.000 per hari). Yay!

 

Rabu, 23 Januari 2013
Tanjung Bira-Pulau Kambing - Pulau Liukang (Liukang Loe)
Setelah sarapan, Pak Rahman datang ke hotel untuk jemput kami satu per satu. Yup, kapal tidak bisa berlabuh di pantai dekat si lumba-lumba, jadi kami harus menuju ke pelabuhan tempat kapal berangkat menuju Pulau Selayar. Tepat pukul 10 pagi kami berangkat! Cuaca terbilang berangin dan perjalanan menuju Pulau Kambing termasuk yang paling parah selama saya seumur-umur naik kapal. Banting setir kiri dan kanan untuk hindari ombak! Setelah sekitar 40 menit, angin di Pulau Kambing masih membuat ombak menari. Tapi saya benar-benar sudah tidak sabar untuk segera snorkeling! Ikannya tidak terlalu banyak, tapi saya bertemu seekor penyu. Haha. Saya tidak berani snorkeling telalu jauh dari kapal karena ombak yang kencang, jadi hanya sekitaran satu pinggir pulau saja. 


 

Selanjutnya kami ke Pulau Liukang (Liukang Loe). Di sana, matahari sudah mulai terik dan air terbilang cukup tenang. Tidak terlalu dalam jadi ikan-ikan kecil tampak begitu dekat dengan dasar pasir yang terlihat jelas. Sekitar pukul 1 siang, kami ke Pulau Liukang untuk makan siang. Sudah dibantu oleh temannya Pak Rahman yang sediakan kami ikan kakap merah, satu orang satu ikan dan habis ludes dengan lezatnya. Karena ikannya begitu segar, jadi rasa dagingnya itu manis dan gurih, meski cuma dibakar biasa dengan serabut kelapa. Di sini kami ngobrol dengan si pemilik rumah makan dan ternyata kebanyakan orang asing alias bule yang di Warung Bambu itu adalah pembeli kapal phinisi. Sorenya kami mampir di pinggir Tanjung Bira untuk snorkeling sebentar. Di sini coralnya kebanyakan warna maroon, lucu ya. Dia mengelompok membentuk wananya sendiri; sekelompok sana hijau, sekelompok sini merah. Indah!

 

Kamis, 24 januari 2013
Tanjung Bira-Amma Toa (Suku Kajang)
Kebetulan suami punya seorang teman yang bekerja di Bulukumba dan stafnya bantu untuk setir mobil yang kami sewa. Karena penduduk lokal, jadi dia tahu arah menuju Amma Toa (Kajang), salah satu suku pedalaman di Bulukumba. Di sini semua menggunakan pakaian hitam seperti Suku Badui. Perjalanan dari Tanjung Bira ke Amma Toa memakan waktu sekitar 1,5 jam. Semua tamu yang datang mesti menggunakan pakaian warna hitam (setidaknya warna gelap), PANTANG warna merah! Suku ini terbagi dua, ada yang bagian luar dan dalam. Lucunya, yang setir mobil kami awalnya tidak ingin ikut masuk dan pilih untuk berada di mobil. Ternyata sebegitu “kuat” nama Kajang ini bagi penduduk lokal karena “ilmu” mereka. Di depan kawasan, kami bertemu dengan seorang anak SMP dan dia yang akhirnya bantu kami ke dalam untuk bertemu kepala suku. 


 

Suku Kajang semua tidak menggunakan alat listrik untuk hidup dan benar benar menyatu dengan alam. Tidak boleh eksploitasi hutan dan memanfaatkan kekayaan alam secara maksimal. Bahkan, untuk buah pun mereka hanya boleh menyantap yang benar-benar sudah jatuh ke tanah! Sayangnya, kepala suku tidak ada karena sedang hadiri sebuah pemakaman, jadi kami bertemu seseorang yang juga dituakan untuk meminta izin kedatangan kami. Beliau mungkin sudah sekitar 70 tahun, menggunakan pakaian hitam dan duduk di rumahnya yang berbentuk panggung. Saat ngobrol, kami  tidak boleh ambil foto sedikit pun. Rumah adat ini terbilang unik, karena begitu masuk, kita langsung disambut oleh dapur di sisi kiri pintu masuk; ada tangga di dekatnya sebagai jalan menuju ke atap tempat menyimpan makanan. Untuk kamar tidurnya pun dibagi menjadi dua: pria dan wanita dengan simbol-simbol di batang kayunya. Kami tidak bisa berbicara lama karena si anak ini harus pergi sekolah. Jadi perjalanan kami hanya sampai situ saja. Oh iya, dia ajak kami sebentar menuju ke area pemakaman. Jumlah batu di sekeliling tempat yang dikubur adalah penanda jenis kelamin: kalau tidak salah ingat, wanita 6 buah sedangkan pria 5 buah batu. Sedangkan untuk batu nisannya sendiri juga penanda tingkatan orang tersebut; makin menjulang batunya, makin dihormati dia semasa hidupnya.

  

Pulangnya, kami mampir ke Tanah Beru, Bonto Bahari untuk lihat desa tempat pembuatan kapal phinisi. Saat itu sudah pukul 5.30 sore jadi tidak ada aktivitas apapun di sana. Kami hanya sempatkan waktu sejenak untuk lihat matahari tengelam di pinggir pantai. Mengenai angin, jangan ditanya. Kencangnya luar biasa! 

     

Malamnya, kami pilih untuk makan ke Salassa Guest House, hanya beberapa meter dari Warung Bambu. Saya ingat guest house ini dari internet, tersohor karena keramahtamahan dan kelezatan makananya. Dan benar saja, pasangan yang mengelola, khususnya sang istri, benar-benar baik. Kami ngobrol dan astaga, makanannya luar biasa lezat! Aduh, hingga kini masih terbayang kenikmatan ikan baracuda yang kami santap. Ini malam terakhir kami di Tanjung Bira. Besok, siap berangkat untuk jelajahi Makassar!

6 comments:

  1. Pantai ini memang lebih bagus dan menarik dibandingkan dengan pantai losari yang hanya seperti ancol. Sekedar info buat mbak galuh kalau mau main2 di makassar bisa ke kampung popsa di daerah pantai losari, makan palubasa di daerah antang, konro bakar di daerah karebosi, ada juga saraba, mall nya hanya di panakkukang, tersedia Carefour, Hypermart dan Lotte, penginapan atau hotel ada di daerah adhiyaksa, boulevard, boleh kalau agak2 dingin main ke daerah sudiang.

    ReplyDelete
  2. Looks amazing! We must go there one day.

    ReplyDelete
  3. mbak klo januari cuaca di tanjung bira cerah atau bnyk hujannya? sy mau ksana bulan januari 2014, THX

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu, aku pas ke sana januari 2013 akhir, cuacanya lagi berantakan banget, ombak tinggi, dll. Kalo temen pas Januari awal, cuacanya masih mendingan. Kamu berencana snorkeling/diving? ini aku ada nomor telepon bapak yg sewain kapal, oke dia. Pake speed boat ke Kambing.

      Delete
    2. Sy ud beli tiket promo citilink 11-14 jan 2014 hehe tp pengen banget ke tj.bira T_T
      Rencana saya sih snorkelling aja, boleh deh mbak nomornya buat referensi

      Delete
  4. Boleh share kontak penyewaan kapal buat nyebrang ke liukang ngga mb ? Thx

    ReplyDelete