Monday, February 4, 2013

Honeymoon Part 2: Lombok Utara dan Lombok Selatan

Setelah bersantai di Gili Trawangan kami lanjuti perjalanan untuk menelusuri Lombok. Sudah cita-cita sedari dulu untuk pergi ke sini. Bahkan termasuk resolusi saya untuk tahun 2011. Tapi kejutan datang hingga saya tak pergi sendiri, tapi ditemani suami.



Senggigi - Desa Sade - Pantai Kuta - Tanjung Aan - Gerupuk - Mataram 
(18 November 2011)
Setelah tiba di pelabuhan Bangsal, kami bersantai sejenak di Senggigi. Tidak ke pantainya, tapi ada sebuah lokasi dalam perjalanan ke sana di mana mobil dapat diparkir untuk menikmati panorama dari atas bukit. Dari sini kami menuju Desa Sade, terletak di daerah Rebitan, sekitar 1 1/2 jam dari Senggigi, tak jauh dari kota Mataram. Sempat bertanya beberapa kali untuk bisa sampai di sini. Ini karena kami tidak begitu paham dengan daerahnya. Kebetulan sekali kami selama di Lombok ditemani oleh Denny. Letak desa ini persis di sebelah kanan jalan utama. Anda tak mungkin kelewat karena ada papan petunjuk yang cukup jelas. Tidak dipungut biaya, Anda hanya perlu mengisi buku  tamu saja. Di sini Anda dapat membeli kain tenun khas Lombok yang dibuat oleh para remaja putri dan ibu-ibu di sana. Pastikan untuk menawar, ya! Saya sempat membeli kain ikat cantik seharga Rp3oo ribu sembari bercakap dengan para ibu yang sedang asyik mengunyah daun sirih. 


 

 

Di sini kami cuma sebentar, karena ingin melanjutkan perjalanan ke selatan untuk menuju Pantai Kuta, Lombok. Jika dilihat di peta, jaraknya memang tidak jauh dari Desa Sade, hanya sekitar setengah jam saja. Yang menarik di Pantai Kuta ini adalah PASIRNYA! Jika biasa pasir itu lembut dan halus, ini berbentuk bulat dan besar, layaknya biji-biji merica. Dan ketika kita melangkah, kaki pun cenderung lebih tenggelam ketimbang saat berdiri di pantai berpasir biasa. Karena waktu sudah hampir sore, kami di sini hanya sekilas saja untuk menuju satu tempat lagi, yaitu Tanjung Aan. Dan tanjung ini juga terbilang cantik! Saya ingat menuju tempat ini terdapat penginapan berskala besar yang sedang dibangun, tapi saya lupa namanya. Untuk Tanjung Aan, cenderung banyak karang dan tidak  berombak. Hanya ada beberapa anak kecil yang berjualan kelapa muda, selebihnya tidak ada siapa-siapa, hanya kami saja. Setelah dari Tanjung Aan, kami pergi ke Gerupuk, tempat banyak para surfer berada. Sayangnya, sesampainya di Gerupuk sudah lewat maghrib, jadi terlalu gelap untuk bisa melihat pantainya, hanya beberapa tamu asing membawa papan selancar berjalan ke penginapan saja. Sekitar pukul 7 malam kami tinggalkan Gerupuk dan menuju Mataram untuk makan ayam taliwang. Saya ingat letaknya di sebuah pasar. Ah, harus tanya Denny nama pastinya apa. Tempat ini sajikan ayam taliwang dengan beberuk (sayuran campuran terong hijau, kacang panjang, cabai, bawang merah dan terasi). Di sini saya jatuh cinta dengan beberuk, mengalahkan plecing kangkung  yang saya pikir sudah paling juara.


 
 

Senggigi - Mataram - Kaki Gunung Rinjani - Sendang Gila - Tiu Kelep - Tanjung
(19 November 2011)
Kemarin bertualang di area Selatan Lombok, kini saatnya menuju Utara! Sebenarnya suami ingin sekali untuk sedikit mendaki Gunung Rinjani. Tapi karena saya tidak bawa peralatan (baca: sepatu) dan cenderung malas untuk mendaki, maka kami putuskan untuk berkunjung ke dua air terjun di kaki gunung tersebut, yaitu Sendang Gila dan Tiu Kelep yang terletak di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. 

Sebelum ke sana, kami sempatkan diri untuk makan siang di warung soto ayam Yugisah yang sajiannya nikmat sekali! Letaknya di Jl. Adi Sucipto nomor 10, Mataram, Persis di depan bandara lama Lombok, Selaparang. 
    

Dari ibu kota  menuju kaki gunung Rinjani ini memakan waktu sekitar 60 km atau 2-3 jam. Ada dua rute, yaitu lewat Pusuk atau Pantai Senggigi. Kami memilih untuk melewati Pusuk yang dalam perjalanan, Anda bisa berhenti sejenak untuk bersama dengan para monyet. Betul, mereka merajai lembah yang bakal dilewati ini. Cenderung ramah sih, meski ada satu yang langsung merebut kacang  yang saya bawa. Udaranya pun segar dan diselimuti hijau di sana-sini. Setelah perjalanan yang cukup panjang, sampailah kami di kawasan Gunung Rinjani. Kami pun lanjutkan perjalanan menuju kawasan air terjun yang letaknya di desa Senaru. Masuk ke area ini kita mesti bayar Rp5ribu per orang. Setelah naik-turun bukit lembah dengan jalanan yang sudah dibuat tangga (315 anak tangga), kami sampai di Sindang Gila. Air terjun setinggi 31 meter ini cukup ramai dengan wisatawan lokal. Ada yang mandi dan sebagainya. Tampak airnya segar!


    
     

Banyak yang bilang kalau Tiu Kelep jauh lebih keren ketimbang Sindang Gila. Mitos pun mengatakan siapapun yang mandi di sini, bakal awet muda! :) Tergiur, kami pun melanjuti perjalanan menuju  ke sini. Letaknya lebih jauh, lebih terjal, dengan rute perjalanan yang lebih gila! Diawali dengan sebuah jembatan dengan lubang-lubang besar di  tengah, dengan kanan-kiri lembah yang terjal. Kalau kepeleset sedikit, sudah tidak lucu lagi ceritanya! Jangan harap untuk mendapatkan undakan tangga lagi, karena ini sudah masuk ke medan tanah basah dengan sulur-sulur ranting, jalan berbatu, curam, dan naungan pohon besar. Jangan jarap pula di sana ada penjual makanan, jadi lebih baik bekali diri dulu dengan beli makanan di area Sindang Gila. Satu yang paling bikin "gila" adalah saat harus melewati sungai kecil. Dengan senjata sendal jepit, saya harus melewati (sembari melompat!) batu besar licin yang ada di sana. Lagi-lagi, salah sedikit, maka jalan cerita bulan madu ini tentu akan berbeda. Setelah satu jam berjalan (dan berjuang), tibalah kami di air terjun Tiu Kelep. Perjalanan sulit tadi terbayarkan begitu melihat keindahannya. Tak banyak orang juga, mungkin karena medannya yang cukup melelahkan.

 

 

Dalam perjalanan pulang, kami disuguhkan pemandangan menarik. Ada dua pernikahan  yang terjadi hari itu. Dan uniknya, keduanya dilakukan di tepi jalan, dimana kedua mempelai "diarak" oleh warga desa dari rumah pengantin (saya lupa dari pria ke wanita atau sebaliknya). Mereka menggunakan pakaian nikah lengkap, diarak warga desa, yang asyik berjoged karena ada alunan musik dan penyanyi yang turut serta. Cenderung satu band berjalan dengan speaker besar dan bernyanyi dangdut. Ini pemandangan langka buat saya! dan kalau yang masih belum tahu, suku sasak di Lombok paling banyak menggunakan tradisi merarik, dimana sang wanita "diculik" oleh pria yang ingin menikahinya. Setelah diculik, sang wanita ditaruh di rumah kerabat pria. Pihak keluarga wanita tentu merasa kehilangan  dong, dan melaporkan ke kepala kampung. Ini disebut mesejati. Alhasil, pihak pria memberitahu kalau si wanita sudah dibawa lari dan pihak desa pun turun tangan untuk selanjutnya dibuat proses pernikahan. Iringan warga desa yang berjoged ini pun sepertinya ada pengaruh "khusus" yang membuat mereka terus bergerak tiada henti. Ada satu pihak yang bertugas untuk merapikan barisan agar mereka yang asyik berjoged ini tetap berada pada jalurnya. 


      
     



kami mampir ke kota Tanjung yang di tengah kotanya (dekat terminal), berderet penjual sate ikan. Jujur, ini sate ikan terenak yang pernah saya makan! Dibakar dengan arang, dan diberikan bumbu-bumbu yang supergurih, renyah, dan sedikit pedas. Bagian kepalanya juga ada yang dibikin pepes, dibungkus daun pisang. Aduh, ini enaknya tiada dua! Pokoknya harus harus dan harus mencoba kalau ke Lombok Utara!

 


Lombok - Bali (20 November 2011)
Ini adalah hari terakhir kami di Lombok. Kami sempatkan dulu untuk ke kota Mataram menikmati makanan yang katanya harus dan harus dicoba! Namanya warung Klebet di JL. Hos. Cokroaminoto, dengan hidangan bebalung yang tersohor. Dan memang rasanya bikin nagih. Ini padahal belum jam makan siang (sekitar pukul 11) tapi di luar sudah banyak yang berdatangan untuk menikmati hidangan ini. Bahkan banyak  juga yang menyantapnya untuk sarapan. Pada dasarnya ini adalah tulang sapi (balung) yang direbus dengan asam jawa hingga kaldunya terasa begitu segar! Pukul 2 siang, kami pun menuju Bali!

 

No comments:

Post a Comment